Amalia Istighfarah

Mahasiswa sebagai kaum intelektual muda

Bila kita amati dengan seksama, mahasiswa mempunyai kedudukan yang sangat unik yaitu sebagai kaum yang diterima oleh semua lapisan masyarakat. Disamping mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi. Keberadaan tersebut juga didukung oleh karakteristik mahasiswa yang masih berusia muda, penuh semangat, enerjik, dinamis, penuh bakat dan potensi. Mahasiswa tidak takut kehilangan sesuatu yang merusak idealisme dirinya. Karena itulah tak heran bila julukan "intelektual sejati" diberikan kepada mahasiswa.

Sikap mahsiswa yang fleksibel, memungkinkan mereka untuk terjun hampir di semua lapisan masyarakat. Ketika rakyat membutuhkan bantuan mahasiswa, mereka dengan sigap bergerak dan memberikan apa yang diperlukan. Demikian pula ketika berurusan dengan kaum birokrat, mahasiswa mampu mengimbangi dengan kemampuan intelektual mereka. Oleh sebab itu, mahasiswa memegang peran strategis dalam kehidupan berbangsa yaitu sebagai penerus cita -cita pembangunan.

Pada masa ini, kita melihat bahwa mahasiswa mempunyai stereotip yang khas. Hal itulah yang membedakan mereka dengan elemen gerakan masyarakat lainnya. Dengan atribut kecendekiaan, mahasiswa secara aktif dan kreatif mencoba menawarkan alternatif-alternatif baru yang non konvensional yang lebih efektif dan efisien.

Peran mahasiswa sebagai “ Agent of Change”

Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang status mahasiswa, dan dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini.

Dalam proses perubahan sosial dan kebudayaan mahasiswa memiliki posisi dan peranan yang essensial. Mereka merupakan transformator nilai-nilai dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Dan perintis perubahan dalam rangka dinamisasi kehidupan dalam peradaban yang sedang berjalan.

Kalau kita percaya masa kini adalah proses masa lalu yang mendapat pengaruh dari cita-cita masa depan, maka kedudukan dan peranan mahasiswa sebagai transformator nilai dan inovator dari perkembangan yang berorientasi ke masa depan lebih jelas, bahwa mahasiswa harus menjadi semangat yang hidup dalam nilai-nilai ideal, dan membangun subkultur serta berani memperjuangkan.

Sebagai bagian dari intelektual community mahasiswa menduduki posisi yang strategis dalam keterlibatannya melakukan rekayasa sosial menuju independensi masyarakat, dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dalam posisinya sebagai komunitas terdidik, mahasiswa sebagai salah satu kunci penentu dalam transformasi menuju keadilan dan kemakmuran bangsa. Di samping dua kelompok strategis lainnya yaitu kaum agamawan dan masyarakat sipil (Madani) yang mempunyai kesadaran kritis atas situasi sosial yang sedang berlangsung.”.

Posisi mahasiswa secara sederhana bisa kita gambarkan sebagai sosok yang barada di tengah-tengah level. Di masyarakat menjadi bagian masyarakat, di kalangan intelektual mahasiswa juga dianggap berada diantara mereka. Dengan kata lain keberadaan mereka berada di tengah-tengah level apapun mempunyai nilai strategis. Nilai strategis lain mahasiswa menurut Arbi Sanit adalah mahasiswa sebagai komunitas strategis dalam proses perubahan.

Masyarakat Madani

Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.

5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial denganberbagai ragam perspektif.

Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni sbb:

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.

3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.

4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.

5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.

6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.

Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia.

Langkah Memberdayakan masyarakat madani di Indonesia

1. Membangun masyarakat dalam membantu pencapaian tujuan-tujuan pemerintah. Peningkatan investasi-investasi sosial dan pendistribusian pelayanan-pelayanan sosial dasar yang lebih luas dan adil.

2. Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Strategi ini meliputi desentralisasi pembuatan keputusan dan peningkatan program-program pengembangan masyarakat yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merealisasikan kepentingan-kepentingannya.

3. Peningkatan masyarakat dan perlindungan hak azasi manusia, kebebasan berorganisasi dan menyatakan pendapat, penetapan struktur-struktur hukum bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

4. Peningkatan partisipasi masyarakat. Strategi ini ditujukan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat agar dapat memberikan masukan bagi perumusan kebijakan dan praktek-praktek pemerintahan yang menjamin konsultasi dan pengakuan hakiki terhadap fungsi-fungsi organisasi-organisasi lokal.

Langkah pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas oleh hikmah bahwa di era tradisi ini harus dipikirkan prioritas – prioritas pemberdayaan dengan cara memahami target – target grup yang paling strategis serta penciptaan pendekatan – pendekatan yang tepat di dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu, maka keterlibatan mahasiswa dan ormas adalah mutlak adanya karena merekalah yang memiliki kemampuan dan sekaligus aktor pemberdayaan tersebut.

Amalia Istighfarah

Pengaktualisasian peran pemuda

Tak terasa 80 tahun sudah kiprah para pemuda dalam membangun bangsa. Selama itu banyak perubahan fundamental yang dilakukan pemuda dalam menegakkan keadlian bagi seluruh rakyat indonesia. Budi Oetomo sebagai cikal – bakal pergerakan pemuda, telah menyatukan seluruh pemuda di seantero Nusantara di bawah satu visi yakni mengusir penjajah. Dengan kekuatan persatuan para pemuda memaksa para penjajah untuk angkat kaki dari bumi pertiwi ini. Perjuangan pemuda belum berakhir. Tahun 1945 pemuda kembali melaksanakan sebuah misi penting yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Dan kali ini misi tersebut berhasil juga. Dimana – mana terdengar teriakan bahagia MERDEKA. Namun tidak semua pihak senang dengan kemerdekaan ini. Tahun 1966 PKI bercokol di Indonesia. Pemuda lagi – lagi dituntut eksistensinya. Dengan strategi matang dan bersatunya para Pemuda, PKI pun tumbang. Tetapi belenggu ternyata masih menyelimuti bangsa ini. Sebab kebebasan berpendapat dirampas oleh pemerintahan orde baru. Terang saja para pemuda muak. Pada tahun 1998. Para pemuda berduyun – duyun turun ke jalan memerintahkan Soeharto untuk turun dari tahta kepresidenan yang telah dipegangnya selama 32 tahun.

Hal tadi merupakan kilas balik tentang bagaimana perjuangan pemuda yang begitu gigih dalam menuntut keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat Indonesia. Namun agaknya perjuangan itu seperti tidak ada artinya sekarang. Di era globalisasi ini para pemuda justru terlena dengan berbagai kenikmatan semu. Gaya hidup Hedonis yang hanya mengutamakan kesenangan tanpa peduli keadaan sekitar. Merupakan “penyakit” yang sedang marak menjalar di tengah pemuda. Banyak pemuda yang terlibat dengan narkotika dan seks bebas. Kurang adanya filterisasi terhadap budaya Barat yang berkembang merupkan penyebab utama mundurnya semangat kepedulian pemuda terhadap bangsa. Seandainya para pemuda di masa lampau yang telah berkorban pikiran dan darah menyaksikan keadaan para generasi penerusnya di masa sekarang, Mereka semua tentu akan sangat kecewa dan menangis.

Untuk itulah melihat keadaan bangsa kita yang saat ini sangat menyedihkan. Kelaparan dimana – mana. Pengangguran terus bertambah. Kemiskinan kian merajalela. Kita sebagai pemuda harus bangkit dan dan bersatu padu. Bersama – sama dibawah satu komando kembali menggebrak kebobrokan bangsa ini. Tanpa adanya persatuan sangat sulit untuk mengantarkan bangsa kita ini menuju pintu kemakmuran. Ide briliant setiap pemuda dalam membangun bangsa ini, tak akan ada artinya jika tidak disatukan dan tersalurkan dalam tujuan yang sama.

Akan sangat disayangkan jika para pemuda yang enerjik dan belum terdoktrin oleh pihak manapun tercerai berai dan tidak terarah dalam pergerakkannya. Adapun rintangan yang masih menghalangi pemuda bersatunya adalah kepentingan – kepentingan setiap individu yang mencari keuntungan sendiri. Hal semacam inilah yang harus dihilangkan. Dalam sebuah pergerakan dan perjuangan yang paling penting adalah keikhlasan dalam bertindak dan tidak mengharapkan apapun, kecuali menginginkan tercapainya tujuan bersama. Selain itu perlunya ketahanan setiap pemuda terhadap arus Westernisasi yang begitu kuat. Disinilah setiap pemuda dituntut untuk memiliki bekal kerohanian yang cukup. Agar nantinya tidak terjerumus dalam kemaksiatan.

Memang tidak mudah tapi lambat laun pasti bisa. Dan hal yang yang tak kalah penting juga jangan sampai bersebrangan dengan pemuda yang kontra terhadap kita. Para pemuda semacam ini harus dibujuk secara perlahan, bukan dengan adu argumen yang tidak ada habisnya apalagi kekerasan. Asalkan dilandasi dengan niat yang kuat dan usaha yang keras. Semuanya akan jadi kenyataan. Dibutuhkan waktu yang lama memang. Sebab tidak ada di dunia ini yang bisa terwujudkan dengan instan tanpa melalui proses.

Secara kuantitatif, jumlah pemuda Indonesia hampir mencapai 40 persen dari total 200-an juta penduduk Indonesia atau sekitar 80 juta jiwa. Jumlah yang sangat fantastis. Bisa dibayangkan jika jumlah ini bersatu padu dan bergerak bersama – sama. Maka tidak ada yang tidak mungkin.

Para pemuda terutama mereka kalangan mahasiswa adalah element yang paling penting. Sebab mahasiswa merupakan akedmika yang paling tinggi tingkatannya. Tidak semua pemuda mampu melanjutkan hingga jenjang pendidikan ini, dikerenakan mahalnya biaya. Umumnya mahasiswa memiliki pemikiran yang lebih kritis dibanding pelajar SMA dan SMP. Mengingat ilmu dan wawasan yang diperoleh mahasiswa lebih luas. Akan tetapi jenjang pendidikan bukan masalah dalam ini. Mahasiswa hanya bersifat menunjukkan arah dan memiliki tanggung jawab yang lebih banyak dibanding pemuda pada tingkatan dibawahnya. Ada 4 peran penting pemuda yakni :

a. Peran moral

Peran ini mengharuskan mahasiswa untuk senantiasa memberikan keteladanan dengan menunjukkan moral yang baik. Sebagai kaum terpelajar sudah sepantasnya mahasiswa memiliki etika yang baik dan berpegang pada nilai – nilai luhur. Untuk realisasi peran moral memang cukup sulit. Seperti dikemukakan sebelumya bahwa tantangan globalisasi adalah pemicu tidak mudahnya peran ini bisa berjalan dengan optimal. Kebanyakan mahasiswa sekarang lebih senang hidup hura – hura. Cendrung bersikap individualis, hanya memikirkan keuntungan bagi diri sendiri. Selain itu kurangnya semangat nasionalisme merupakan kendala yang juga berpengaruh terhadap menurunnya moralitas mahasiswa. Salah satu contoh kecil saja, masih ada mahasiswa yang tidak hapal lagu kebangsaan Indonesia Raya. Memang sangat ironi. Namun itulah potret kecil mahasiwa dewasa ini. Pendidikan kewarganegaraan yang ditujukan untuk membentuk karakter berbudi luhur dan menumbuhkan patriotisme sering kali diremehkan. Dibutuhkan kesadaran dari dalam diri dan kemauan kuat untuk merubah moralitas. Sebab rintangan tak akan mungkin ada habisnya. Pribadi kita lah yang harus menciptakan pertahanan untuk menghadapinya.

b. Peran Sosial

Mahasiswa harus memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Peka terhadap penderitaan masyarakat dan persoalan bangsa. Ini penting agar jika nantinya masyarakat membutuhkan bantuan Mahasiswa. Dengan sigap mahasiswa bisa memberikan pertolongan tepat pada waktunya. Masyarakat sangat bergantung terhadap keberadaan mahasiswa. Oleh karena itu sudah seharusnya kepercayaan masyarakat tersebut jangan disia – siakan tetapi dipertangggungjawabkan. Jika pemerintah kurang tanggap dalam menghadapi persolan sosial. Mahasiswalah yang bergerak. Bukan malah sibuk menyalahkan pemerintah tanpa berbuat apa – apa.

c. Peran Akedemik.

Peran ini sangat signifikan bagi setiap mahasiswa. Jangan sampai mahasiswa sibuk dengan berbagai kepentingan memperjuangkan masyarakat dan menelantarkan tugasnya sebagai seorang akademika. Keseimbangan antara ilmu dan aksi perlu dijaga. Tanpa ilmu yang memadai pergerakan yang dilakukan hanya akan seperi omong kosong belaka. Bangsa ini membutuhkan intelektual – intelektual muda yang berwawasan luas dan mampu menguasai ilmu pengetahuan. Negara kita telah tertinggal jauh dalam berbagai hal. Entah itu dari segi pendidikan, ekonomi, sosial dan politik serata masih banyak lagi. Sebagai bentuk keprihatinan, mahasiswa harus menyikapi ketertinggalan ini dengan melakukan inovasi secara merata di segala bidang. Jika setiap mahasiswa mampu menyelesaikan study dan berprestasi, menciptakan peluang – peluang keberhasilan. Maka secara tidak langsung akan semakin memudahkan langkah kita menuju indonesia yang makmur.

d. Peran Politik

“Kaum muda secara tersirat mengatakan “Saatnya Kaum Muda Memimpin” dengan menunjukkan potensi politiknya, antara lain populasi yang besar, sikap murni, jujur, dan berani, kemampuan fisik dan sebagai generasi penerus terdidik yang bisa diandalkan. Mereka secara spontan mengisi kekosongan gerakan kemerdekaan yang tidak dilakukan oleh pejuang tua, yakni perjuangan massal dan bersenjata.” (kutipan naskah pidato Sultan HB X di Yogyakarta, 6 Desember 2007)

Dengan segenap harapan-harapan idealnya, pemuda tidak sabar melihat kondisi kebangsaan kita yang belum bisa bangkit dari krisis. Pemerintah yang dinilai lamban dalam menyelesaikan berbagia masalah negara. Belum lagi korupsi yang merajalela. Maka tak heran jika tingkat kepercayan pemuda termasuk masyarakat pada umumnya mulai menurun pada pemimpin sekarang ini. Meski bukan krisis kepemimpinan, tetapi jika dibiarkan bisa menjadi “penyakit kronis” yang akan menurunkan partisipasi publik.

Kondisi itulah yang menyebabkan lahirnya kegelisan pemuda dalam bentuk geliat politik dalam berbagai ranah kehidupan khususnya pada basis kekuasaan. Pemuda melihat adanya kegagalan yang nyata oleh kepemimpinan kaum tua yang mendominasi kekuasaan politik dari era orde baru sampai reformasi sekarang ini. Pemuda ingin membuktikan diri, bahwa lebih mampu melakukan perubahan. Meskipun masih sebatas semangat dan angan, karena kenyataannya belum ada bukti kongkrit untuk itu.

Agar pemuda tidak hanya dikatakan bermodalkan semangat dan menawarkan mimpi indah, perlu ada konsep yang lebih matang dan strategi yang lebih jitu dalam memngelola negara Indonesia. Karena memimpin negeri ini bukan tanpa hambatan. Terlebih lagi sikap pemuda yang terkadang masih mudah tergoda terhadap kesenangan sesaat yang ditawarkan dunia politik..

Pemuda harus membuktikan kemampuannya. Memiliki tawaran konsep yang bisa direalisasikan untuk bangkit dari krisis menjadi fundamental. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Sosialisasi dan konsolidasi kepemimpinan kaum muda sudah harus digelorakan di tengah masyarakat. Sebagai alternatif atas lambannya agenda perubahan.